Selasa, 22 Maret 2011

BAPAK REFORMASI INDONESIA

PROF. DR. H. M.AMIEN RAIS MA
Amien Rais lahir di Solo, 26 April 1944, dari sebuah keluarga yang sangat taat dalam menjalankan agamanya. Suhud Rais, ayahnya, adalah lulusan Mu’allimin Muhammadiyah dan semasa hidupnya bekerja
Sudalmiyah juga dikenal sebagai seorang guru yang ulet. Ia mengajar di Sekolah Guru Kepandaian Putri [SGKP] Negeri dan Sekolah Bidan Aisyiyah Surakarta. Karena prestasinya di dunia pendidikan, pada tahun 1985, Sudalmiyah mendapat gelar Ibu Teladan se-Jawa Tengah. Ia juga aktif di partai politik Masyumi ketika masa jayanya pada tahun 1950-an. Kakek Amien Rais, Wiryo Soedarmo, adalah salah seorang pendiri Muhammadiyah di Gombong, Jawa Tengah. Jadi, Amien Rais dilahirkan dari keluarga yang sangat kental warna Muhammadiyahnya.

Amien merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Kakaknya adalahFatimah, dan empat adiknya adalah Abdul Rozak, Achmad Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Asyiah. Mereka tumbuh dan dibesarkan di kampung Kepatihan Kulon. Sejak kecil mereka sudah dilatih disiplin oleh sang ibu. Bila Amien kecil melanggar, sang ibu tidak segan-segan menghukumnya. Mereka harus bangun pukul 04.00 WIB setiap pagi. Caranya dengan meletakkan jam weker di dekat tempat tidur. Dan ketika bangun, mereka diminta untuk mengucapkan “ashalatu khairum minan naum” dengan suara keras sehingga terdengar sang ibu. Sang ibu biasanya memberikan imbalan berupa uang 50 sen. Uang tersebut lalu mereka tabung, untuk dibelikan baju baru menjelang lebaran.
Walaupun tegas, tetapi sang ibu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Anak-anaknya dibiarkan tumbuh secara alami, sesuai dengan minat dan bakatnyamasing-masing. Hanya saja, pesan sang ibu yang tak pernah putus adalah mengingatkan mereka bahwa hakikat hidup adalah ibadah. Yang terus diingat Amien, ketika ibunya berkata, “Ingat Mien, berkemah pun ibadah.”

Dalam berbagai kesempatan, Amien Rais secara terus terang mengakui bahwa ibunyalah yang sangat mempengaruhi karakternya yang lugas tanpa basa-basi. Sampai kini Amien masih menempatkan ibunya sebagai konsultannya dan tempat pelipur lara. Mana kala ia meng­hadapi situasi atau persoalan pelik, ia selalu pulang ke Solo menemui sang ibu untuk meminta pendapatnya, atau sekadar untuk menghindari kejaran wartawan yang pantang ia tolak. Setiap Idul Fitri ia beserta semua saudaranya juga berkumpul di rumah sang ibu. Menurut Amien, hingga usia 80-an, ketegasan dan kejernihan berpikir Ibunya masih tetap seperti dulu. Ibunda Amien Rais wafat hari Jumat, 14 September 2001 di Solo, Jawa Tengah, dalam usia 89 tahun.
Sewaktu masih duduk di bangku SD, Amien kecil bercita-cita ingin menjadi walikota. Cita-cita ini sangat dipengaruhi oleh kekagumannya pada Muhammad Saleh yang menjabat Walikota Solo waktu itu. Muhammad Saleh adalah seorang muslim yang taat. Ia sering memberikan pengajian di Balai Muhammadiyah Solo. Walikota asal Madura ini sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. Namun setelah SMA, cita-cita Amien berubah. Ia ingin jadi duta besar. Mungkin cita-cita ini yang ikut mempengaruhinya untuk memilihjurusan hubungan internasional ketika memasuki perguruan tinggi.Prinsip hidup yang jadi pegangannya diakuinya sangat sederhana, yaitu mencari ridha dan ampunan Allah. Untuk mencapainya, orang harus berbicara dan berbuat apa adanya. “You are what you are,”katanya suatu ketika. Ia membagi kebahagiaan menjadi tiga jenis, yaitu kebahagiaan spiritual, kebahagiaan intelektual, dan kebahagiaanpsikologis. Kebahagiaan spiritual diperoleh dengan cara menjalani hidup sesuai dengan rel agama. Kebahagiaan intelektual diperoleh dengan cara memberikan konstribusi pemikiran kepada masyarakat. Sedangkan kebahagiaan psikologis didapatnya bila ia bisa berbuat atau menolong orang lain.

Amien Rais menikah pada 9 Februari 1969, dengan seorang gadis yang sudah dikenalnya sejak mereka masih sama-sama kanak-kanak,Kusnasriyati Sri Rahayu. Selama sepuluh tahun pertama pernikahannya ia belum dikaruniai anak, meskipun ia sudah berkonsultasi dengan banyak dokter spesialis kandungan di Solo, Yogya, bahkan ketika berada di Chicago. Sampai suatu saat mereka berdua mendapat kesempatan naik haji ke Makkah. Di depan Ka’bah mereka berdua memanjatkan doa, memohon kepada Allah agar memenuhi keinginan mereka akan keturunan. Waktu itu mereka sedang melakukan penelitian di Mesir. Setelah kembali ke Kairo, dua bulan lebih sang istri tidak dikunjungi tamu rutin bulanan. Bahkan ada yang aneh: perutnya terasa gatal-gatal. Akhirnya mereka sepakat untuk pergi ke dokter kandungan. Dan hasilnya positif, sang istri dinyatakan hamil. Bagi mereka berdua, kejadian itu merupakan mukjizat dan karunia Allah semata. Setelah anak yang pertama lahir, selanjutnya setiap dua tahun sang istri hamil lagi. Kini mereka sudah dikaruniai lima orang anak, tiga putra dan dua putri. Nama-nama mereka diambil dari Al Qur’an dan dikaitkan dengan kenangan dan peristiwa yang menyertai kelahirannya. Yang pertama diberi nama Ahmad Hanafi, kemudianHanum Salsabiela, Ahmad Mumtaz, Tasnim Fauzia, dan yang terakhirAhmad Baihaqy.

Kusnasriyati adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Untuk mengisi kesibukannya, ia mendirikan Taman Kanak-Kanak [TK] di sebelah rumahnya. Karena ketekunannya, TK ini kemudian menjadi besar dan terkenal. Ia juga membuka kedai sederhana yang diminati banyak mahasiswa. Dilihat dari penampilannya yang sederhana, termasuk gaya bicara yang sederhana, ia tidak beda dengan ibu rumah tangga lainnya. Tetapi, di mata Amien Rais, ia adalah wanita luar biasa.

Keberanian dan ketegaran yang dimiliki Amien Rais ternyata tidak lepas dari peran sang istri. Suatu saat, ketika diinterviu seorang wartawan Jepang, saya melihat dengan nada bangga Amien Rais mengatakan, “Istri saya mungkin merupakan wanita terbaik se-Asia Tenggara.” Komentar tersebut mungkin terasa berlebihan bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi Amien Rais. Ia pernah menceritakan kepada saya bahwa ketika studi di Chicago, karena beratnya beban kuliah yang dihadapi, hampir saja ia putus asa. Untung ada sang istri yang terus-menerus memompa semangatnya.
Begitu juga ketika ia merasa lelah saat melawan Orde Baru, istrinya tidak pernah lelah untuk membangunkan kembali spiritnya. Sampai-sampai ia pernah mengomentari istrinya sebagai sumber inspirasi dan motivasinya. Bahkan menjelang tumbangnya Soeharto, sempat tersebar isu bahwa Amien Rais akan ditangkap. Ia kemudian memberi tahu sang istri tentang berita buruk yang akan menimpanya. Dengan nada tegar sang istri menjawab, “Insya Allah ini akan mempercepat kejatuhan Rezim Soeharto.”

Bila Allah mengaruniainya umur panjang, di masa tuanya nanti Amien hanya ingin melihat anak-anaknya bisa menyelesaikan pendidikannya masing-masing. Sementara ia sendiri ingin mengisi masa tuanya dengan menulis dan memberikan pengajian. Amien merujuk pada almarhum A.R. Fachruddin dan ibunya sendiri yang sampai akhir hayatnya masih memimpin Sekolah Keperawatan Muhammadiyah di Solo. Aktifitas Saat Belia Sejak belia Amien Rais sudah terlibat dalam ber bagai gerakan. Kecintaannya pada organisasi diawali dari keterlibatannya di pandu Hizbul Wathon. Ia di percaya oleh teman-temannya untuk memimpin sebuah regu yang terdiri dari tujuh orang yang diberi nama regu Rajawali. Regu yang dipimpinnya selalu memenangkan berbagai perlombaan, seperti lomba tali-temali, morse, membuat jembatan, sampai pada lomba masak-memasak.

Di sinilah Amien kecil mulai menyadari kekuatan ke bersamaan dan makna kepemimpinan. Ketika menjadi mahasiswa, ia termasuk salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah [IMM]. Ia juga pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam [HMI], dan pernah di­percaya untuk mendu duki jabatan sekretaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam [LDMI] HMI Yogyakarta.

Di samping kegandrungannya berorganisasi, Amien Rais juga sudah mulai aktif menulis artikel sejak belia. Dawam Rahardjo menuturkan: “Ketika mahasiswa, Amien Rais telah menjadi penulis kolom yang tajam dan produktif. Oleh tabloid mingguan Mahasiswa Indonesia yang terbit di Bandung bersama-sama dengan Harian Kami di Jakarta, koran mahasiswa yang legendaris di awal Orde Baru, Amien pernah di­anugerahi Zainal Zakse Award.”

Riwayat Pendidikan Amien Rais, mulai dari TK sampai SMA, semuanya dijalani di sekolah Muhammadiyah, di kota kelahirannya, Solo. Menurut Amien, karena kecintaan sang ibu pada sekolah Muhammadiyah, maka seandainya ketika itu sudah ada perguruan tinggi Muhammadiyah, pasti ibunya akan memintanya untuk kuliah di situ. Sekolah Dasar diselesaikan tahun 1956, kemudian SMP pada tahun 1959 dan SMA pada tahun 1962. Di samping sekolah umum, ia juga mengikuti pendidikan agama di Pesantren Mamba’ul Ulum. Ia juga pernah nyantri di Pesantren Al Islam.

Setelah tamat SMA, ibunya menginginkan Amien melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Mesir. Sementara ayahnya lebih memilih Universitas Gajah Mada [UGM]. Amien tampaknya lebih cocok dengan pilihan sang ayah. Ia kemudian diterima di dua fakultas, yaitu Fakultas Ekonomi danFisipol UGM. Ia lalu berkonsultasi dengan sang ayah, mana fakultas yang lebih baik untuk dipilih. Sang ayah menyerahkan kembali pada Amien untuk memilihnya. Akhirnya ia memilih Fisipol. Mungkin untuk tidak mengecewakan harapan sang ibu, Amien juga kemudian mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kuliah paralel ini dijalaninya sampai munculnya larangan kuliah ganda oleh pemerintah.

Tahun 1968 Amien menyelesaikan studinya di UGM dengan tugas akhir berjudul Mengapa Politik Luar Negeri Israel Berorientasi Pro Barat. Ia lulus dengan nilai A. Kemudian ia melanjutkan pendidikan pascasarjana di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat yang diselesaikan tahun 1974 dengan gelar MA. Tesisnya adalah mengenaipolitik luar negeri Anwar Sadat yang waktu itu sangat dekat denganMoskow. Itu sebabnya Amien juga harus mendalami masalahkomunisme, Uni Soviet, dan Eropa Timur. Minatnya yang sangat besar dalam masalah Timur Tengah teta Setelah pulang ke tanah air sebentar, ia kembali lagi ke Amerika untuk mengikuti program doktor diUniversity of Chicago, AS dengan mengambil bidang studi Timur Tengah. Ia berhasil meraih gelar doktor pada tahun 1981, dengan disertasi berjudul The Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise and Resurgence [Ikhwanul Muslimin di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan, dan Kebangkitannya Kembali]. Penelitian untuk menyusun disertasinya dilakukan di Mesir dalam waktu sekitar satu tahun. Selama berada di Mesir, waktunya dimanfaatkan juga untuk menjadi mahasiswa luar biasa di Departemen Bahasa Universitas Al Azhar, Kairo.

Di UGM ia mengasuh mata kuliah Teori Politik Internasional sertaSejarah dan Diplomasi di Timur Tengah. Ia juga dipercaya mengajar mata kuliah Teori-teori Sosialisme. Yang paling menyenangkannya adalah mata kuliah Teori Politik Internasional. Di Fakultas Pascasarjana UGM ia dipercaya memegang mata kuliah Teori Revolusi dan Teori Politik.

‘Mengelola Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan [PPSK]‘ Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan [PPSK] adalah lembaga pengkajian dan penelitian di bawah yayasan Mulia Bangsa Yogyakarta. Salah saturaison d’etre kelahiran PPSK adalah keprihatinan masih terbatasnya hasil-hasil pengkajian yang menyangkut masalah-masalah strategis dan kebijakan yang ber orientasi pada masyarakat lemah.

Lembaga pengkajian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran yang meliputi: Pertama, identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Kedua, analisa yang akurat mengenai berbagai kecenderungan global di bidang sosial-budaya, agama, ekonomi, politik, dan iptek, serta dampaknya pada bangsa Indonesia. Ketiga, usulan pemecahan terhadap berbagai persoalan bangsa berdasarkan telaah strategis dan kebijakan yang realistis dan matang. Berbagai produk pemikirannya dipublikasikan lewat majalah Prospektif, yang terbit tiga bulan sekali.

Menurut Dawam Rahardjo, PPSK memiliki peran besar dalam membidani lahirnya ICMI. Di kantor inilah pertama kali konsep ICMI digodok, kemudian dibawa ke Wisma Muhammadiyah di Tawangmangu, Solo, untuk disempurnakan. Setelah itu baru dibawa ke Malang.

Sejumlah tokoh penting bergabung di lembaga ini, di antaranya:Moeljoto Djojomartono, Soedjatmoko, Ahmad Baiquni, Kuntowijoyo, Bambang Sudibyo, Umar Anggara Jenie, Ichlasul Amal, Yahya A. Muhaimin, Affan Gafar, A. Syafi’i Maarif, dan Amien Rais yang dipercaya untuk memimpinnya. Masyarakat ilmiah mengenal dan sangat memperhitungkan lembaga ini, selain karena produk-produk pemikirannya, juga karena kredibilitas keilmuan dan reputasi tokoh-tokohnya.Namun masyarakat luas baru mengetahuinya setelah terjadinya dua peristiwa. Pertama, meninggalnya Dr. Soedjatmoko, seorang yang dikenal luas memiliki reputasi internasional. Beliau pernah menjadi Dubes RI untuk Amerika Serikat, juga pernah menjadi Rektor Pertama Universitas PBB di Tokio. Almarhum meninggal saat berceramah di hadapan teman-temannya di kantor PPSK, sehingga hampir semua media massa di tanah air memberitakan peristiwa kematiannya. Kedua, pertemuan antara Arifin Panigoro dan kawan-kawan dengan kelompok PPSK yang diselenggarakan di Hotel Radison, Yogyakarta, 5 Februari 1998.

Pertemuan ini kemudian dikenal dengan istilah “kasus Radison” dan menjadi polemik panjang yang mewarnai media massa waktu itu, karena oleh rezim Soeharto dituduh sebagai upaya “makar” terhadap pemerintah Orde Baru. Sebetulnya acara tersebut merupakan acara rutin dan bersifat akademis dengan tema reformasi yang meliputi reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi hukum. Beberapa orang yang hadir dalam pertemuan itu sempat dimintai keterangan oleh pihak berwajib, bahkan Arifin Panigoro sempat menjadi tersangka.

3 komentar:

  1. Politisi kawakan yang melambung namanya sejak reformasi tahun 1998, dan buah dari kerja kerasnya sebagai salah satu motor reformasi, kursi ketua MPR RI pun berhasil digondolnya, padahal perolehan suara partainya, yaitu PAN hanya segelintir saja. Politisi tersebut adalah Amien Rais. Ia kembali turun gunung meramaikan perpolitikan Indonesia.

    Amien Rais berhasil merebut perhatian publik di come backnya kali ini, karena ia memainkan isu yang sangat sexy, mengkritik kinerja gubernur DKI Jakarta Jokowi yang merupakan media darling dan punya pendukung militan sebagai pencitraan saja. Amien Rais juga meminta rakyat Indonesia tidak salah pilih capres tahun 2014 nanti. Tapi disisi lain, Amien Rais tidan mengajukan nama, siapa capres tahun 2014 yang layak pilih menurut dirinya, yang malang melintang di dunia politik Indonesia, namun sudah ketahuan belangnya, bahwa orientasi Amien Rais adalah kekuasaan dan kekayaan semata, bukan kemakmuran rakyat Indonesia.

    Awal-awal reformasi tahun 1998, saya termasuk yang salut dan respek kepada langkah-langkah politik Amien Rais. Ia menggalang poros tengah (partai-partai aliran islam) untuk menjegal Megawati Soekarno Putri yang partainya menang telak pemilihan umum, dan menaikan Gus Dur yang buta mata tapi tidak buta hati seperti dirinya, dengan alasan sederhana : wanita tidak boleh jadi pemimpin negara (presiden). Ditengah periode kepemimpinan, rupanya Gus Dur gak mau dan gak bisa disetir oleh Amien Rais Cs, maka amien Rais Cs pun menggulingkan (impeachment) Gus Dur dengan kasus bulog gate, sampai sekarang gak jelas dimana kesalahan Gus Dur atas kasus tersebut.

    Gus Dur terguling, Megawati sebagai wapres pun otomatis naik sebagai presiden RI. Amien Rais Cs yang jago-jago memainkan ayat-ayat suci berpendapat lain kali ini, bahwa Perempuan bisa jadi pemimpin suatu bangsa (presiden RI). WOW KERENNN…

    Dalam waku yang tidak terlalu lama, subyeknya sama (Amien Rais Cs) dan objeknya sama (Megawati), sebuah dalil atau alasan bisa melakukan penyesuaian, dan pergantian dari gus Dur ke Megawati berjalan mulus, karena Megawati ternyata sosok politikus sejati. Saat disingkirkan ia tidak menunjukan kemarahannya, saat diangkat-angkat ia tidak menunjukan kesenangannya, terbukti sampai saat ini Megawati masih eksis, sementara rekan-rekan yang terangkat namanya pasca reformasi tahun 1998, satu persatu mulai pudar bahkan hilang namanya, dengan motornya Amien Rais yang berhasil menggondol kursi ketua MPR RI namun MPR RI dan DPR RI tetap saja rusak citranya , karena ternyata mereka tak lebih dari kumpulan para PEMBUAL, diberi kesempatan memerintah pasca reformasi 1998, keadaan Indonesia bukannya makin membaik malah memburuk, sampai-sampai mulai banyak impian rakyat Indonesia untuk kembali ke jaman Soeharto. Dengan tagline Soeharto dimana-mana : Piye, enak jamanku toh..?

    BalasHapus
  2. Amien Rais melakukan politik "Belah Bambu" dia sakitin Megawati dan membentuk apa yang namanya "Poros Tengah", padahal Suara untuk Megawati sudah menang mutlak, tapi Amien licin, ia manfaatkan Gus Dur. Sampe-sampe Gus Dur bilang ke Amien "Mas, sampeyan saja yang jadi Presiden"

    Padahal "Poros Tengah" adalah kreasi Amien, tapi Amien Rais pengecut bila berhadapan dengan massa-nya Megawati, mangkanya dia pasang Gus Dur. Lalu Gus Dur digandeng Amien Rais untuk dihadapkan dengan Mega, Mega yang sudah kenal dari kecil sama Gus Dur, nggak enakan juga. Inilah taktik politik Amien.

    Lalu Gus Dur berkomitmen pada pemberantasan Korupsi dengan jurus dewa mabuk, di masa Gus Dur, Kapolri yang mau diangkat itu adalah Bibid Samad Riyanto dia polisi andalan Gus Dur, entah kenapa tiba-tiba Rusdihardjo yang maju. Lalu datanglah konflik antara Bimantoro dan Rusdihardjo, Gus Dur keras ingin menjalankan reformasi kepolisian dengan Bibid Samad Riyanto sebagai Panglimanya.

    Namun Amien Rais menjalankan politik belah bambu lagi, dia bisikin Megawati dan hantam Gus Dur, dengan jahatnya Gus Dur dijatuhkan lewat gossip-gossip tidak bermutu. Padahal Gus Dur dengan kejam akan menghabisi kaum koruptor, memperkuat masyarakat sipil sehingga imbang dengan Negara, dan membentuk masyarakat yang toleran saling menghargai antar keyakinan, Gus Dur juga mengembangkan sistem ekonomi pasar segitiga besi : India-Indonesia dan Cina. Gus Dur membangun hubungan dengan Hugo Chavez untuk mempelajari sistem ekonomi nasionalisasi minyak yang dilakukan pemerintahan Venezuela.

    Tapi lagi-lagi Amien Rais bikin taktik licik, dia jatuhkan Gus Dur dengan cara tidak gentleman. Bangsa ini dibuat seakan-akan jadi maenan di meja judi, waktu dibuang-buang hanya ngurusin politik, tidak ada lagi pabrik-pabrik dibangun, semua duit jadi alat judi politik, dan Amien Rais adalah manusia yang memiliki dosa terbesar atas sejarah demokrasi kita, masih layakkah anda mengingatkan dia sebagai "Tokoh Reformasi"? jadi inget sindiran Mas Dono Warkop saat acara talkshow di sebuah radio saat menyamakan tokoh-tokoh politik, Amien Rais adalah Sengkuni.

    Inikah Demokrasimu? Demokrasi ala Amien Rais...........

    BalasHapus
  3. Mendengar nama Amien Rais, mengingatkan kita pada masa awal reformasi; nama “tokoh” ini sangat identik dengan gerakan reformasi sehingga dia dijuluki “bapak reformasi”. Tetapi beberapa sumber menyatakan bahwa sebenarnya, Amien Rais adalah pembajak gerakan reformasi. Amien Rais bukan perintis atau bahkan penggagas gerakan ini, tetapi mahasiswa Indonesia lah yang sesungguhnya menggelorakan gerakan ini dalam rangka menuntut diakhirinya rezim orde baru.

    Melihat gerakan mahasiswa yang menuntut reformasi Indonesia dan memberangus KKN, Amien Rais dan beberapa tokoh seperti Adnan Buyung, Gus Dur dan lain-lain, Amien Rais merangsek menelikung ke depan dan tampil di panggung, menobatkan dirinya sendiri “sebagai pemimpin gerakan ini”. Penelikungan ini terus berlanjut dan dikendalikannya hingga memasuki ruang formal saat Amien Rais menjadi ketua MPR.

    Keberhasilan Amien Rais menjadi ketua MPR juga merupakan hasil kelicikan dia menelikung Megawati dan PDIP yang saat itu sebagai pemenang pemilu 1999. Dengan gerakan poros tengahnya, Amien Rais merampok hak PDIP dan Megawati untuk memimpin Indonesia dan menjadikan Gus Dur (dari PKB yang hasil perolehan suaranya pada pemilu saat itu tidak signifikan) sebagai presiden.

    Setelah berhasil mendudukkan Gus Dur sebagai presiden dan mendapatkan kursi empuk ketua MPR, ternyata bakat Amien Rais sebagai penelikung terus berlanjut. Gus Dur pun dijungkalkan melalui sebuah demo besar-besaran di depan istana dimana Amien Rais sebagai ketua MPR ikut di dalamnya. Gus Dur pun jatuh dari kursi kepresidenan dan Amien Rais mengangkat Megawati sebagai presiden RI.

    Sebagai seorang yang diidentikkan dengan gerakan reformasi dengan orasi-orasinya yang “meyakinkan” bahwa dia akan membubarkan Golkar, menyeret Soeharto ke pengadilan dan sejenisnya, selama menjadi ketua MPR, ternyata Amien Rais nol prestasi. Hujatan-hujatannya terhadap orde baru dimana dia akan membersihkan panggung politik dan kekuasaan Indonesia dari orang-orang orde baru ternyata omong kosong, bualan belaka.

    BalasHapus